-------------------------------
Syaikh Nawawai Al-Bantani dalam
kitabnya Nashoihul Ibad mengingatkan kepada kita bahwa Allah Swt merahasiakan
bagian mana dari dosa-dosa kita, baik kecil, sedang maupun besar, yang akan
menjadikan Allah murka kepada kita.
Jika pada edisi lalu, Syekh Nawawi
mengajak kita untuk tidak meremehkan amalan-amalan kecil, maka kali ini kita
diajak untuk tidak menyepelekan dosa-dosa kecil atau kesalahan-kesalahan ringan
namun bisa berakibat fatal bagi masa depan kita kelak di akherat.
Acapkali dalam keseharian, baik di
rumah, pasar, kantor, di jalanan, atau dimanapun saja, kita, sebagai muslim
yang patuh, berusaha sangat hati-hati untuk tidak terjerumus dalam dosa-dosa
yang kita anggap ‘serius’ dan besar seperti zina, mencuri, korupsi,
meninggalkan sholat, syirik, dlsb.
Namun tanpa disadari, sering kita
terjebak dalam rutinitas ‘dosa-dosa’yang kita nilai enteng nan kecil atau
bahkan bersikap acuh karena sudah dicap lumrah, wajar dan jamak terjadi.
Tengoklah, betapa jamaknya rutinintas menggunjing orang dari kelas RT sampai
tingkat TV, kelakar dan gelak-tawa yang justru melukai perasaan kawan atau
tetangga, berlalu dan pura-pura tidak tahu dari hadangan pengemis hanya karena
tidak ada uang receh, nongkrong di pinggir jalanan sehingga mengganggu pengguna
jalan baik secara fisik maupun perasaan, dlsb.
Ajaibnya, sesaat ketika tersadar
(lebih pas-nya disadarkan oleh Allah) atas dosa ‘recehan’ tersebut, terkadang
bukan lantas menyadari, namun malah tersenyum dan berguman: ah, begitu saja kok
dipikirkan, entar juga hilang sendiri, orang cuman gitu aja, ya lumrahlah,
manusiawi lah, namaya juga manusia, tempatnya alpa, lagian nggak serius-serius
amat..
“Nggak serius-serius amat..” Ada
perasaan ceroboh disini, atau istikhfaf alias menyepelekan. Kita seakan
men-judge bahwa hanya dosa-dosa seperti maling, minum-minuman keras, zinah,
korupsi, menghilangkan nyawa, musyrik dan sebangsanya-lah yang akan
menjerumuskan kita ke neraka. Sedangkan yang enteng-enteng tidak masuk
kalkuklasi.
Sekali lagi, kita tidak pernah tahu
dosa mana yang kita perbuat yang akan dianggap serius dihadapan Allah. Bisa
jadi dosa yang tampak remeh dan tidak serius itu yang justru akan akan
mengantarkan kita ke lembah kemurkaan-Nya. Sebagai ilustrasi, mari kita simak
hadis shohih yang diriwayatkan sahabat Abdullah Ibn Abbas berikut ini:
Suatu hari, Rasulullah Saw bersama
sejumlah sahabat melewati sebuah kuburan. Rasul lantas memberitahu: “Ada dua
kuburan yang penghuninya sedang diadzab didalamnya! Seorang sahabatpun
bertanya: apakah keduanya melakukan dosa besar wahai Rasul? Tidak sama sekali,
tegas Rasul. Namun beliau buru-buru menyuruh para sahabat untuk mencarikan
pelepah pohon kurma yang masih basah. Para sahabat berlomba mencarinya dan
memberikannya kepada Rasul. Pelepah dibelah dua oleh Rasul dan diletakkannya
masing-masing diatas kuburan. Rasul bersabda: adzab penghuni kedua kuburan ini
akan diringankan selama pelepah masih basah. Rasul berkata: ketahuilah bahwa
penghuni kubur yang pertama diadzab karena namimah (dalam riwayat lain disebut
ghibah), sedangkan penghuni kubur yang kedua dikarenakan perkara kencing!
Namimah dan Ghibah mempunyai arti
yang sama yaitu menggunjing alias menggosip. Siapa orang yang tidak pernah
menggosip di era seperti ini? Tampaknya tidak ada. Sebaliknya ada ungkapan di
kalangan para gosiper: namanya orang, ya wajar kalau menggosip orang, kalau
menggosip hewan baru tidak wajar.
Kita bisa melihat dan merasakan bahwa
namimah sudah menjadi menu makanan sehari-hari, apa saja digosip, baik isunya
benar maupun tidak. Medianya pun semakin canggih. Jika dulu terbatas di
kelompok arisan ibu-ibu, atau sambil cuci baju di sungai, sekarang semua
kalangan gandrung ghibah, laki-laki perempuan, tua-muda, di kampung dan di
kota, melalui media internet, Facebook, Twitter, BBM, SMS dll.
Media televisi pun berlomba-lomba
menyuguhkan program unggulan yang khusus menggosip berbagai sisi kehidupan
seseorang. Mulai urusan perceraian, pernikahan, pertengkaran, rebutan harta
hingga urusan perut. Semua enteng dibicarakan dan diekspos secara blak-blakan.
Tidak hanya itu, acara gosip terbaik-pun mendapat ganjaran award dan
penghargaan dari sebuah perusahaan terkenal. Padahal ganjaran siksa kubur sudah
menunggu. Betapa enteng dan remehnya menggosip, namun sungguh fatal akibatnya.
Yang kedua, kelihatan lebih remeh
lagi, yaitu ‘sekedar’ perkara kencing. Para ahli hadis menjelaskan bahwa urusan
‘pipis’ yang dimaksud oleh hadis diatas adalah pertama; tatkala seseorang tidak
bersih dalam membersihkan atau mensucikan usai buang air kecil. Kedua; ketika
kencing, tidak menutup auratnya atau dilakukan di ruang terbuka.
Perkara kencing ini tampak remeh,
namun fatal akibatnya. Jika seseorang gagal bersuci usai kencing, maka
dipastikan wudlhu dan sholatnya terimbas keabsahannya. Parahnya jika kecerobohannya
itu dilakukan di masjid, bisa dipastikan kenajisannya menjalar kemana-mana.
Sementara ketika seseorang kencing tanpa penutup dan tanpa ada rasa risih pun
di muka umum, maka jelas dipertanyakan bagaimana ia bisa menjaga kemaluannya.
Hadis diatas hanya contoh kecil
betapa kesalahan-kesalahan yang ringan justru membuat Allah murka. Ini
mengajarkan kepada kita agar sekali-sekali tidak ceroboh, apalagi sampai
main-main dengan perkara sepele seperti diatas. Tidak hanya urusan gosip dan
kencing, masih banyak tingkah laku dan tindak-tanduk yang tampaknya tidak
serius dosanya, namun fatal akibatnya. Ada riya’(suka pamer), berburuk sangka,
dendam, ujub (berbangga diri) dan berbagai penyakit hati lainnya yang
digambarkan Rasul akan membakar kebaikan, sebagaimana api melalap kayu bakar.
Syetan memang cerdik, ketika seorang
hamba gagal dibujuknya untuk korupsi, mabuk, berzinah, membunuh, musyrik dll,
maka ia pasang jerat dengan dosa-dosa ‘kecil’ yang remeh tapi mengasyikkan
sembari meniupkan hembusan di kuping sang hamba: tenang saja mas, ini hanya
kecil, dipakai wudhu juga luntur..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar