Kamis, 19 Juni 2014

Dosa-Dosa Kecil

Dicopas dari http://ibadah.co/

-------------------------------

Syaikh Nawawai Al-Bantani dalam kitabnya Nashoihul Ibad mengingatkan kepada kita bahwa Allah Swt merahasiakan bagian mana dari dosa-dosa kita, baik kecil, sedang maupun besar, yang akan menjadikan Allah murka kepada kita.
Jika pada edisi lalu, Syekh Nawawi mengajak kita untuk tidak meremehkan amalan-amalan kecil, maka kali ini kita diajak untuk tidak menyepelekan dosa-dosa kecil atau kesalahan-kesalahan ringan namun bisa berakibat fatal bagi masa depan kita kelak di akherat.
Acapkali dalam keseharian, baik di rumah, pasar, kantor, di jalanan, atau dimanapun saja, kita, sebagai muslim yang patuh, berusaha sangat hati-hati untuk tidak terjerumus dalam dosa-dosa yang kita anggap ‘serius’ dan besar seperti zina, mencuri, korupsi, meninggalkan sholat, syirik, dlsb.
Namun tanpa disadari, sering kita terjebak dalam rutinitas ‘dosa-dosa’yang kita nilai enteng nan kecil atau bahkan bersikap acuh karena sudah dicap lumrah, wajar dan jamak terjadi. Tengoklah, betapa jamaknya rutinintas menggunjing orang dari kelas RT sampai tingkat TV, kelakar dan gelak-tawa yang justru melukai perasaan kawan atau tetangga, berlalu dan pura-pura tidak tahu dari hadangan pengemis hanya karena tidak ada uang receh, nongkrong di pinggir jalanan sehingga mengganggu pengguna jalan baik secara fisik maupun perasaan, dlsb.
Ajaibnya, sesaat ketika tersadar (lebih pas-nya disadarkan oleh Allah) atas dosa ‘recehan’ tersebut, terkadang bukan lantas menyadari, namun malah tersenyum dan berguman: ah, begitu saja kok dipikirkan, entar juga hilang sendiri, orang cuman gitu aja, ya lumrahlah, manusiawi lah, namaya juga manusia, tempatnya alpa, lagian nggak serius-serius amat..
“Nggak serius-serius amat..” Ada perasaan ceroboh disini, atau istikhfaf alias menyepelekan. Kita seakan men-judge bahwa hanya dosa-dosa seperti maling, minum-minuman keras, zinah, korupsi, menghilangkan nyawa, musyrik dan sebangsanya-lah yang akan menjerumuskan kita ke neraka. Sedangkan yang enteng-enteng tidak masuk kalkuklasi.
Sekali lagi, kita tidak pernah tahu dosa mana yang kita perbuat yang akan dianggap serius dihadapan Allah. Bisa jadi dosa yang tampak remeh dan tidak serius itu yang justru akan akan mengantarkan kita ke lembah kemurkaan-Nya. Sebagai ilustrasi, mari kita simak hadis shohih yang diriwayatkan sahabat Abdullah Ibn Abbas berikut ini:
Suatu hari, Rasulullah Saw bersama sejumlah sahabat melewati sebuah kuburan. Rasul lantas memberitahu: “Ada dua kuburan yang penghuninya sedang diadzab didalamnya! Seorang sahabatpun bertanya: apakah keduanya melakukan dosa besar wahai Rasul? Tidak sama sekali, tegas Rasul. Namun beliau buru-buru menyuruh para sahabat untuk mencarikan pelepah pohon kurma yang masih basah. Para sahabat berlomba mencarinya dan memberikannya kepada Rasul. Pelepah dibelah dua oleh Rasul dan diletakkannya masing-masing diatas kuburan. Rasul bersabda: adzab penghuni kedua kuburan ini akan diringankan selama pelepah masih basah. Rasul berkata: ketahuilah bahwa penghuni kubur yang pertama diadzab karena namimah (dalam riwayat lain disebut ghibah), sedangkan penghuni kubur yang kedua dikarenakan perkara kencing!
Namimah dan Ghibah mempunyai arti yang sama yaitu menggunjing alias menggosip. Siapa orang yang tidak pernah menggosip di era seperti ini? Tampaknya tidak ada. Sebaliknya ada ungkapan di kalangan para gosiper: namanya orang, ya wajar kalau menggosip orang, kalau menggosip hewan baru tidak wajar.
Kita bisa melihat dan merasakan bahwa namimah sudah menjadi menu makanan sehari-hari, apa saja digosip, baik isunya benar maupun tidak. Medianya pun semakin canggih. Jika dulu terbatas di kelompok arisan ibu-ibu, atau sambil cuci baju di sungai, sekarang semua kalangan gandrung ghibah, laki-laki perempuan, tua-muda, di kampung dan di kota, melalui media internet, Facebook, Twitter, BBM, SMS dll.
Media televisi pun berlomba-lomba menyuguhkan program unggulan yang khusus menggosip berbagai sisi kehidupan seseorang. Mulai urusan perceraian, pernikahan, pertengkaran, rebutan harta hingga urusan perut. Semua enteng dibicarakan dan diekspos secara blak-blakan. Tidak hanya itu, acara gosip terbaik-pun mendapat ganjaran award dan penghargaan dari sebuah perusahaan terkenal. Padahal ganjaran siksa kubur sudah menunggu. Betapa enteng dan remehnya menggosip, namun sungguh fatal akibatnya.
Yang kedua, kelihatan lebih remeh lagi, yaitu ‘sekedar’ perkara kencing. Para ahli hadis menjelaskan bahwa urusan ‘pipis’ yang dimaksud oleh hadis diatas adalah pertama; tatkala seseorang tidak bersih dalam membersihkan atau mensucikan usai buang air kecil. Kedua; ketika kencing, tidak menutup auratnya atau dilakukan di ruang terbuka.
Perkara kencing ini tampak remeh, namun fatal akibatnya. Jika seseorang gagal bersuci usai kencing, maka dipastikan wudlhu dan sholatnya terimbas keabsahannya. Parahnya jika kecerobohannya itu dilakukan di masjid, bisa dipastikan kenajisannya menjalar kemana-mana. Sementara ketika seseorang kencing tanpa penutup dan tanpa ada rasa risih pun di muka umum, maka jelas dipertanyakan bagaimana ia bisa menjaga kemaluannya.
Hadis diatas hanya contoh kecil betapa kesalahan-kesalahan yang ringan justru membuat Allah murka. Ini mengajarkan kepada kita agar sekali-sekali tidak ceroboh, apalagi sampai main-main dengan perkara sepele seperti diatas. Tidak hanya urusan gosip dan kencing, masih banyak tingkah laku dan tindak-tanduk yang tampaknya tidak serius dosanya, namun fatal akibatnya. Ada riya’(suka pamer), berburuk sangka, dendam, ujub (berbangga diri) dan berbagai penyakit hati lainnya yang digambarkan Rasul akan membakar kebaikan, sebagaimana api melalap kayu bakar.
Syetan memang cerdik, ketika seorang hamba gagal dibujuknya untuk korupsi, mabuk, berzinah, membunuh, musyrik dll, maka ia pasang jerat dengan dosa-dosa ‘kecil’ yang remeh tapi mengasyikkan sembari meniupkan hembusan di kuping sang hamba: tenang saja mas, ini hanya kecil, dipakai wudhu juga luntur.. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar